Samarinda the 1st trip.

April 2009,

Saatnya menjelajah Samarinda!! Jadwal hari ini adalah try out wawancara untuk para enumerator, jadi saya masih belum punya pekerjaan. Hey, ini kesempatan menjelajah kota, sekalian supervisi enum hehehehe.

Kawasan yang kami eksekusi adalah yang tidak jauh dari beskem kami di Jl. Gerilya Samarinda, yaitu Jl. Otto Iskandardinata. Dari beskem, kami menuju sungai karang mumus, menyusuri tepinya, sampai ke pasar lalu berbelok ke arah kiri. Karena sudah siang kami mampir makan siang. Beli sate dan minum es.
Sungai Karang Mumus, salah satu anak sungai Mahakam, kadang sering bikin banjir juga kalau meluap


Di Samarinda ini saya merasa seperti di rumah, karena banyak sekali migran yang berasal dari jawa, benar saja, penjualnya orang jawa timur dan pembeli yang saya temui berasal dari jawa tengah dan jogja. Hwahhh..klop lah sudah ngobrol ngalor ngidul.


Tapi saya gak lantas berlama-lama kok, panas juga. Setelah mengisi energi satu persatu teman-teman enumerator kami datangi, sambil melihat-lihat suasana permukiman penduduk. Kawasan ini cenderung padat. Jalan dan gang tersusun dari kayu karena kawasan ini didirikan diatas rawa, ada beberapa memang jalan yang disemen, terutama jalan utama.

Perkampungan di salah satu sudut Samarinda




Setelah berkeliling, ada satu kelompok enumerator yang belum saya temukan. Saya dan supervisor saya berniat mencari mereka setelah menanyakan nama dan alamat responden yang mereka wawancarai. Bertanya kesana kemari, kami sudah sampai di ujung kawasan ini (jl. Otista gg keluarga) katanya kawan kami berada di rumah bapak X diatas bukit (nama responden tidak boleh saya sebarkan), bener aja, rumahnya bener-bener yang paling puncak.... 
Banyak rumah penduduk diatas bukit

Dari atas sini, tampak aliran sungai mahakam

Model permukiman di Samarinda ini cenderung berkelompok, para migran/pendatang dari daerah tertentu menempati daerah tertentu pula. Seperti yang saya kunjungi kali ini, mayoritas penduduk adalah pendatang dari Buton. Di daerah lain, seperti di Samarinda seberang, Jl, Manunggal, mayoritas penduduk berasal dari Tana Toraja. Begitu pola permukiman disini, para migran dari daerah cenderung membentuk kantong-kantong migran. Dan yang menarik jenis pekerjaan mereka ini cenderung berbeda loh tiap daerahnya. Saya menemukan perkampungan pembuat bata (warga setempat menyebutnya pembataan) di daerah Gunung Tarap, dan pembuatnya berasal dari Madura. Kemudian, di kawasan sengkotek dimana banyak terdapat pabrik kayu, para pekerjanya mayoritas berasal dari Bima, NTB. Migran di Samarinda membentuk jaringan sosial mereka sendiri sekian lama, ini yang kemudian menghasilkan kelompok-kelompok di suatu kawasan dan jenis pekerjaan tertentu.

Lalu, apakah perbedaan-perbedaan ini menimbulkan konflik? Sama sekali tidak. Bukankah selama ini kita hampir tidak pernah mendengar adanya konflik di Kalimantan Timur bukan? Samarinda terutama.
*****

Back to the trip. Perjalanan mendaki gunung ini mengorbankan sandal saya, saya gak nyangka bakal menghadapi perjalanan seekstrim ini, gak cuma naek tangga, tapi gundukan-gundukan tanah. Dari depannya saja bisa keliatan sungai mahakam, bahkan islamic center di ujung sana, ckckckck. Bukannya saya manja, tapi salah kostum aja pake sandal cantik begini.
foto bersama anak-anak



Oia, saya disana sampai menjelang senja lagi, dan sekali lagi saya menyaksikan senja yang indah menghiasi kota tepian..

0 Responses

Post a Comment