Wedding: The preparation is (almost) done!

Minggu lalu,

Sahabatku bertanya 'sampai dimana persiapanmu?'. 'DONE!' And she almost passed out. Hahahaha.

Begini, sebenarnya dari acara lamaran bulan lalu aku masih teramat disibukkan dengan pekerjaan yang bertumpuk. Aku dan tim harus bekerja ekstra, termasuk weekend. Tidak lama setelah lamaran dengan tekanan begitu besar aku sampai pada....aku senang menyebutnya PMS (Pre Married Syndrome). Aku mendadak benci pada pekerjaanku, karena pekerjaan ini menghasilkan deretan angka di buku tabungan yang kemudian aku cocokkan dengan daftar budget pernikahanku...... dan aku tidak bahagia.

Aku terbelit masalah keuangan. Dan aku benci itu.

Berada dalam tekanan membuat aku menjadi tidak peduli terhadap orang lain. Dan aku sempat beberapa kali berdebat dengan ibuku untuk memotong beberapa kebutuhan 'tidak penting' pernikahan. Ibuku tidak setuju. Kemudian kami bertengkar. Aku tidak menyalahkan ibuku. Ibu sempat mencurigai aku terutar virus perempuan kota besar : 'terobsesi pada karir dan tidak ingin menikah'. Jika tiba-tiba sulungnya menikah, apakah salah jika Ibu begitu berbahagia? Tentu saja tidak.

Perdebatan dengan ibu berujung pada kesepakatan bahwa kita harus bekerja bersama-sama. Ibu tidak ingin jadi bahan pembicaraan orang karena konsepku yang menurutnya terlalu 'sederhana'. And then I was like : THE PERFECT WEDDING IS A MYTH. Iya kaaan?? Mau seperti apapun pasti akan selalu ada manusia-manusia nyinyir yang gak fokus ke betapa indahnya persatuan dua hati. Tentang betapa ajaibnya sebuah jodoh itu bertemu. Mereka selalu aja nyinyir ke itu kenapa baju pengantinnya begitu? Kenapa ini makanannya begini doank. Heloooo??? (terus aku jadi ikutan nyinyir)

Aku cukup gerah karena kemanapun aku pergi pembicaraan tentang cacatnya acara pernikahan seseorang itu selalu jadi headline. Di KRL, metromini, warteg. SHUT UP! Emangnya kalo resepsinya cacat kehidupan pernikahannya bakal cacat? Akupun selalu belalu berpegang pada kalimat sakti:
"focus on the marriage, not the wedding"

Karena urusan melankolis sudah beres, aku kemudian bergerak.
  1. Catering. Aku dan ibu sepakat ibu yang akan mengurus masalah ini, yang penting makanannya fresh, dan tidak kurang. Oke, whatever. Ibu yang lebih ahli.
  2. Salon dan decor: cuma ada satu pilihan. Aku dan ibu sepakat, menggunakan vendor yang pernah dipergunakan tanteku 2 tahun lalu. Kita lihat saja besok seperti apa. Aku dan mas sudah fitting baju. Dan Mbak Indie (periasku nanti) berbaik hati membuatkan gaun baru untukku. Woohoooo....! Acara akan diadakan di rumah, persewaan tenda? Udah di handle bapak. Vendornya? Teman bapak. Selebihnya kami minta bantuan adik ipar ibu yang bekerja sebagai decorator di acara-acara besar. Buat stylist aja.
  3. Fotografi. Awalnya aku ingin menggunakan jasa Mousetrap Picture milik om ku. Tapi karena pilihan souvenir yang agak lain dari biasanya akhirnya aku menggunakan jasa Rio, temanku semasa SMA. dan om ku yang akan meng handle videonya.
  4. Souvenir. Well, atas informasi Rio, aku diarahkan pada Widdy, temanku semasa SMP untuk menangani keinginan souvenir yang belum biasa di kampung macam Ungaran itu. Aku sempat menghubungi beberapa vendor, tapi harganya tidak sebersahabat harga dari Widdy :D
  5. Undangan. Ah, ini cuma modal cerewet ke desainer grafis di kantor buat membuat desain... Thank you mas Tosan. Hohohohoho
Apalagi? Akhir-akhir ini aku rajin membaca beberapa blog persiapan pernikahan, aku tidak melakukan survey vendor, ke wedding exhibition. Untuk apa? Hidupku sudah penuh dengan survey, dan aku lelah. Toh ini cuma acara satu hari, dan sekali lagi tetap akan ada tokoh antagonis yang menemukan kekurangan di acaraku. No problem, mereka pasti membicarakan itu di belakangku, jadi aku tidak akan tahu hohohoho.

Oia, urusan mas kawin juga barusan beres. Catat: Baru saja, siang ini. Ibu ingin sulungnya diberikan mahar yang bermakna, yang akan berguna seumur hidup. Sulungnya ingin apa? Ingin emas batang. Gak mau rugi yaa, lumayan buat investasi, lagian mumpung harga emas lagi turun to, dan mas kawin adalah hak istri sepenuhnya. Tapi ketika berbincang dengan ibu, katanya pernikahan bukan melulu persoalan materi dan bahwa pernikahan itu butuh bekal yang cukup, maka mas kawin disepakati: Sepaket tafsir Al-Misbah. 15 seri book...!!! Aku cuma membayangkan akan bagaimana aku harus berfoto dengan mahar itu? Hahaha. 

Aku bisa mengerti betapa romantisnya perasaan ibu. Ibu ingin agar sulungnya mengarungi rumah tangga dengan bekal kitab suci, bukan cuma yang bisa dibaca, namun yang bisa dipahami makna nya. Is that beautiful?

Yg belum beres. Dokumen. Belum dibereskan karena aku dan mas sama-sama tinggal jauh dari alamat KTP, jadi perkara ini saja yang akan kita urus waktu libur lebaran nanti.

....kemudian waktu berjalan lagi begitu lambat....

0 Responses

Post a Comment